Perusahaan yang memberikan imbalan pasca kerja kepada karyawannya, seperti pensiun, pesangon, atau manfaat kesehatan setelah pensiun, wajib mencatat kewajiban tersebut dalam laporan keuangan. Di Indonesia, pencatatan ini mengacu pada standar akuntansi PSAK 24 (sekarang PSAK 219). Salah satu komponen penting dalam perhitungan kewajiban tersebut adalah biaya jasa kini (current service cost).
Apa Itu Biaya Jasa Kini?
Biaya jasa kini, atau Current Service Cost (CSC) adalah biaya yang timbul akibat jasa yang diberikan oleh karyawan dalam periode berjalan. Dalam konteks aktuaria, biaya ini dihitung berdasarkan nilai kini dari manfaat yang akan dibayarkan di masa depan atas jasa kerja yang diberikan karyawan pada tahun tersebut.
Secara sederhana:
Biaya jasa kini mencerminkan “harga” atas manfaat pensiun yang dihasilkan oleh kerja karyawan selama satu tahun berjalan.
Misalnya, jika seorang karyawan bekerja satu tahun dan di masa depan ia berhak atas manfaat pensiun sebesar Rp100 juta karena tahun tersebut, maka nilai sekarang dari Rp100 juta itulah yang disebut biaya jasa kini. Nilai ini tentu mempertimbangkan asumsi diskonto dan proyeksi kenaikan gaji.
Mengapa Biaya ini Penting?
Biaya jasa kini memengaruhi laporan laba rugi perusahaan. Karena itu, angka ini menjadi fokus utama auditor, aktuaris, dan akuntan saat menyusun laporan keuangan tahunan.
Dalam PSAK 219, biaya jasa kini dikategorikan sebagai bagian dari beban imbalan kerja tahun berjalan yang harus diakui secara langsung di laporan laba rugi. Tidak ada penangguhan atau pengakuan bertahap.
Komponen Lain yang Berhubungan
Selain CSC, terdapat komponen lain dalam perhitungan kewajiban imbalan pasti, seperti:
-
Biaya bunga (interest cost): timbul karena adanya penundaan pembayaran hingga masa pensiun.
-
Keuntungan atau kerugian aktuaria: akibat perubahan asumsi, seperti tingkat diskonto atau estimasi kenaikan gaji.
-
Biaya jasa lalu (past service cost): akibat perubahan kebijakan program yang berlaku surut.
-
Efek kurtailmen dan penyelesaian: bila terjadi pengurangan besar-besaran tenaga kerja atau penghentian program manfaat.
Namun di antara komponen tersebut, biaya jasa kini paling rutin muncul setiap tahun, selama karyawan tetap aktif bekerja.
Studi Kasus Sederhana
Mari kita lihat ilustrasi berikut:
PT Amanah memiliki satu karyawan bernama Rina, usia 30 tahun, dengan gaji Rp5.000.000 per bulan. PT Amanah memberikan manfaat pensiun sebesar 1 bulan gaji terakhir dikali masa kerja, dibayarkan saat pensiun pada usia 55.
Tahun ini, Rina telah bekerja selama 1 tahun. Maka manfaat yang berhak ia terima jika terus bekerja hingga pensiun adalah:
Manfaat pensiun = 26 tahun kerja × Rp5.000.000 = Rp130.000.000
Namun, karena kita hanya menghitung biaya untuk 1 tahun kerja sekarang, maka:
Manfaat karena 1 tahun kerja = 1 × Rp5.000.000 = Rp5.000.000
Selanjutnya, kita diskontokan nilai Rp5.000.000 tersebut ke nilai sekarang. Misalkan tingkat diskonto yang digunakan adalah 6% per tahun.
Nilai kini manfaat =
= Rp5.000.000 ÷ (1 + 6%)^25
≈ Rp1.169.000
Inilah biaya jasa kini untuk Rina di tahun ini.
Jika perusahaan memiliki 100 karyawan dengan pola manfaat yang serupa, maka CSC total bisa mencapai ratusan juta rupiah dalam satu tahun.
Peran Aktuaris dalam Menghitung Biaya Jasa Kini
Karena adanya variabel seperti umur, masa kerja, asumsi mortalitas, kenaikan gaji, dan diskonto, maka perhitungan biaya jasa kini membutuhkan keahlian khusus. Di sinilah peran aktuaris menjadi sangat penting. Aktuaris menggunakan model statistik dan aktuaria untuk memperkirakan manfaat masa depan dan mendiskontokannya ke nilai saat ini.
Aktuaris juga membantu perusahaan memastikan bahwa asumsi yang digunakan masuk akal dan konsisten dengan kondisi ekonomi dan demografi tenaga kerja.
Tantangan dan Kesalahan Umum
Beberapa tantangan yang sering muncul dalam menghitung CSC antara lain:
-
Asumsi yang terlalu optimistis: seperti kenaikan gaji terlalu rendah atau umur pensiun yang terlalu cepat.
-
Mengabaikan karyawan kontrak: padahal sebagian mungkin berhak atas imbalan pasca kerja.
-
Menganggap biaya jasa kini sama dengan kontribusi DPLK: padahal sangat berbeda secara konsep dan akuntansi.
Biaya jasa kini adalah salah satu komponen terpenting dalam perhitungan aktuaria imbalan kerja. Ia mencerminkan kewajiban perusahaan yang terus bertambah setiap tahun seiring bertambahnya masa kerja karyawan. Mengelola dan mencatat biaya jasa kini secara akurat bukan hanya soal kepatuhan terhadap PSAK 219, tetapi juga bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap masa depan karyawannya.
Melalui bantuan aktuaris dan perencanaan keuangan yang baik, perusahaan dapat mengelola beban ini dengan lebih bijak dan menjaga keberlanjutan program manfaat pasca kerja yang adil bagi semua pihak.